Penyakit Typhus Abdominalis
Thypus abdominalis
adalah “ penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang disebabkan oleh
Salmonella thypii.” (A.Aziz Alimul Hidayat, 2006 : 126)
Thypus abdominalis
adalah “penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan
yaitu pada usus halus dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran. Penyebab penyakit ini adalah Salmonella
Thyposa”. (Ngastiyah, 2005 : 236)
Tifus abdominalis
adalah “penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan
gejala demam lebih dari 1 minggu dan terdapat gangguan kesadaran”. (Suriadi,
2006 : 254)
Tifus abdominalis
(demam thypoid, enteric fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya
terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu,
gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 2007 : 593)
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
demam thypoid (Thypus abdominalis) adalah penyakit infeksi akut yang mengenai
saluran cerna usus halus disebabkan infeksi salmonella typhosa yang biasanya
disertai gejala demam lebih dari 1 minggu, gangguan pada saluran cerna dan
adanya penurunan kesadaran.
2. Anatomi dan Fisiologi
Saluran Pencernaan
Saluran pencernaan
merupakan saluran yang menerima makanan dari luar dan mempersiapkan untuk
diserap oleh tubuh melalui proses pencernaan (pengunyahan, penelanan dan
pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut sampai
anus (Syafuddin, 2006 : 167). Alat-alat pencernaan terdiri dari saluran
pencernaan dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan memanjang
mulai dari mulut hingga anus yang meliputi (Gambar 2.1) :
Gambar 2.1 Anatomi Sistem Pencernaan.
1) Mulut
Didalamnya terdapat
gigi, lidah dan kelenjar air liur. Mulut merupakan jalan masuk untuk sistem
pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Pengecapan
dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan
relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit
2) Tekak
atau Faring
Penghubung rongga
mulut dengan kerongkongan, pada bagian ini terdapat persimpangan antara saluran
pencernaan dan saluran pernapasan.
3) Kerongkongan atau Esofagus
Saluran memanjang yang menghubungkan
tekak dengan lambung atau ventrikel.
4) Lambung atau
gaster/ventrikel
Pembesaran saluran
pencernaan yang membentuk kantong. Lambung merupakan organ otot berongga yang
besar dan berbentuk seperti kacang kedelai, terdiri dari 3 bagian yaitu kardia,
fundus dan antrum. Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkonan melalui otot
berbentuk cincin (sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan
normal, sfinter menghalangi masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan.
5) Usus halus
Usus halus adalah
saluran yang memiliki panjang 12 kaki (± 6 m). Usus halus memanjang dari
pyloric sphincter lambung sampai sphincter ileocaecal, tempat
bersambung dengan usus besar (gambar 2.1). Usus ini mengisi bagian tengah dan
bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm tetapi
semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar
2,5 cm. Usus halus terdiri atas tiga bagian, yaitu: duodenum, jejunum, ileum.
Duodenum, bagian
terpendek (25 cm), yang dimulai dari pyloric sphincter di perut sampai jejunum.
Berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pancreas
dan duodenal papilla, tempat bermuaranya pancreas dan kantung empedu.
Jejunum memiliki panjang
antara 1,5 m – 1,75 m. Di dalam usus ini, makanan mengalami pencernaan secara
kimiawi oleh enzim yang dihasilkan dinding usus. Getah usus yang dihasilkan
mengandung lendir dan berbagai macam enzim yang dapat memecah makanan menjadi
lebih sederhana. Di dalam jejunum, makanan menjadi bubur yang lumat dan encer.
Usus penyerapan
(ileum), panjangnya antara 0,75 m – 3,5 m terjadi penyerapan sari–sari makanan.
Permukaan dinding ileum dipenuhi oleh jonjot-jonjot usus/vili. Adanya jonjot
usus mengakibatkan permukaan ileum menjadi semakin luas sehingga penyerapan
makanan dapat berjalan dengan baik.
Dinding lapisan luar
(tunika serosa) adalah membran serosa yaitu peritoneum yang membalut usus
dengan erat dan membran mukosa ini membatasi dinding abdomen dan rongga pelvis.
Lapisan otot polos
terdiri atas 2 lapisan serabut, lapisan luar yang memanjang (longitudinal) dan
lapisan dalam yang melingkar (serabut sirkuler). Kontraksi otot polos dan
bentuk peristaltic usus yang turut serta dalam proses pencernaan mekanis, pencampuran
makanan dengan enzim-enzim pencernaan dan pergerakkan makanan sepanjang saluran
pencernaan.
Submukosa terdiri
dari jaringan ikat yang mengandung syaraf otonom, yaitu plexus of meissner yang
mengatur kontraksi muskularis mukosa dan sekresi dari mukosa saluran
pencernaan.
Mukosa dalam terdiri
dari epitel selapis kolumner goblet yang mensekresi getah usus halus
(intestinal juice). Intestinal juice merupakan kombinasi cairan yang
disekresikan oleh kelenjar-kelenjar usus (glandula intestinalis) dari duodenum,
jejunum, dan ileum.
6) Usus besar
Terdiri atas usus
tebal atau kolon dan poros usus atau rectum. Usus besar terdiri dari : Kolon
asendens (kanan), Kolon transversum, Kolon desendens (kiri), Kolon sigmoid
(berhubungan dengan rektum).
7) Rektum dan Anus
Rektum adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir
di anus. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Anus merupakan lubang di ujung saluran
pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari
permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus.
Fungsi usus halus menurut Syaifuddin, 2006 : 174 meliputi :
1) Menerima zat-zat makanan
yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan
saluran-saluran limfe
2) Menyerap protein dalam
bentuk asam amino
3) Karbohidrat diserap dalam
bentuk monosakarida.
4) Di dalam usus halus
terdapat kelenjar yang berfungsi sebagai enzim pencernaan, yaitu :
No
|
Enzim
|
Substrat
|
Hasil
|
1
|
Aminopeptisidase
|
Polipeptida
|
Polipeptida yang
lebih kecil
|
2
|
Dipeptidase
|
Dipeptide
|
asam amino
|
3
|
Maltase
|
Maltosa
|
Glukosa
|
4
|
Laktase
|
Laktosa
|
Glukosa dan
Galaktosa
|
5
|
Sukrase
|
Sukrosa
|
Glukosa dan
Frukrosa
|
6
|
Lipase usus
|
Lemak
|
Gliserida asam
lemak
|
7
|
Nukleotidase
|
Nukleotida
|
Nukleotida, Asam
fosfat
|
3. Etiologi Typhus
Abdominalis
Penyakit Typhus
Abdominalis disebabkan oleh kuman Salmonella
thyposa/Eberthella typhosa basil gram negatif yang bergerak dengan
rambut getar dan tidak berspora dengan masa inkubasi 10-20 hari (Suriadi, 2001
: 282). Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia.
Kuman ini dapat hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang
lebih rendah sedikit serta mati pada suhu 700C maupun oleh
antiseptik. Sampai saat ini diketahui bahwa kuman ini hanya menyerang manusia.
Salmonella typhosa mempunyai 3 macam antigen, yaitu :
- Antigen O : Onne Hauch : Somatik antigen (tidak menyebar)
- Antigen H : Hauch (menyebar), terdapat pada flagella dan bersifat termolabil
- Antigen V1 : kapsul, merupakan kapsul yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis.
Ketiga jenis antigen
tersebut di dalam tubuh manusia akan menimbulkan pembentukan tiga macam
antibodi yang lazim disebut Aglutinin. Ada 3 tipe spesis utama pada
salmonela yaitu : salmonella typosa (satu serotip), salmonella
choleraesius (satu serotipe) dan salmonella enteretidis (lebih
dari 1500 serotipe) (Rampengan, 2008 : 47).
Kuman penyebab
penyakit ini adalah kuman salmonella thyposa, yang dapat menular dengan mudah
melalui 5 F yaitu : food ( makanan ), fingers (jari tangan/kuku ), fomitus (
muntah ), fly ( lalat ), dan melalui feses.
4. Patofisiologi
Penularan salmonella
thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food
(makanan), Finger (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan
melalui Feses, dan ini akan mengakibatkan resiko tinggi infeksi. Serta muntah
pada penderita thypoid dapat mengakibatkan resiko tinggi penularan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di makanan yang dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Selain itu, kesehatan lingkungan dan hygiene yang buruk,
social ekonomi rendah dan kurang pendidikan bisa menyebabkan kurangnya
pengetahuan tentang penyakit.
Kuman masuk melalui
mulut dengan perantara makanan dan minuman yang tercemar sebagian kuman
akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus,
kejaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman
masuk keperedaran darah bakterimia primer, disini bisa menyebabkan resiko
tinggi komplikasi. Setelah itu mencapai sel-sel retikulo endoteleal, hati,
limpa, dan organ-organ lainnya. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan
berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman kedalam peredaran
darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk
kebeberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu
kemudian menyebabkan respon peradangan oleh endotoksin kemudian menyebabkab
demam dan akhirnya bisa menimbulkan resiko kekurangan volume cairan, penurunan
kesadaran ( Apatis ) dan perubahan persepsi sensori.
v Intake nutrisi yang terganggu selama
proses penyakit, mengakibatkan metabolisme tubuh berkurang. Mudah lelah, lemas,
nyeri persendian, mual-muntah dan anoreksia lazim dirasakan pada tahap awal
penyakit. Gangguan metabolisme ini diakibatkan oleh kerusakan pada villi usus
halus dalam menyaring dan mengolah makanan sehingga absorpsi terganggu sehingga
bisa mengakibatkan perubahan nutrisi. Pada tahap lebih lanjut, dengan disertai
demam yang cukup tinggi, akan mengakibatkan terjadinya perdarahan hebat akibat
pecahnya pembuluh darah kapiler usus halus. Pada tahap ini diit makanan dan
istirahat yang cukup perlu diperhatikan daan klien harus bedres total dan
nantinya bisa mengakibatkan kurang perawatan diri dan gangguan pola aktivitas.
Dengan adanya demam ini, akan terjadi peningkatan nadi, respirasi, dan tekanan
jantung sehingga kulit akan tampak kemerahan, mukosa bibir kering, peningkatan
produksi keringan yang akan berdampak luas terhadap terjadinya kekurangan
cairan tubuh selain karena faktor gangguan pencernaan yang diakibatkan oleh
kerusakan sistem pencernaan akibat invasi kuman seperti mual-muntah dan
anoreksia.
Gangguan kesadaran
sampai dengan apatis biasanya diakibatkan oleh kurangnya tubuh terhadap intake
nutrisi dan cairan. Penurunan kesadaran juga bisa diakibatkan karena adanya
nyeri akut karena terjadinya pembesaran pada hati, limfa dan empedu yang
kronis.
5. Gambaran Klinis
Gambaran klinis Typhus
Abdominalis pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa.
Masa tunas 10-20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui
makanan sedangkan jika melalui minuman yang terlama 30 hari. Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala, prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan,
lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan kurang.
Walaupun gejala penyakit Typhus Abdominalis pada
anak lebih bervariasi, secara garis besar gejala-gejala yang timbul dapat
dikelompokan :
- Demam berlangsung 3 minggu, selama minggu pertama suhu tubuh berangsur-angsur naik (38,8OC-40OC), biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam hari. Minggu kedua masih berada dalam keadaan demam dan pada minggu ketiga suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
- Gangguan saluran pencernaan, pada mulut terdapat napas berbau tidak sedap, bibir kering dan pecah-pecah. Lidah tertutup selaput putih, kotor, ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor. Pada abdomen ditemukan keadaan perut kembung. Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare atau normal.
- Gangguan kesadaran, umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai somnolen, jarang sopor, koma atau gelisah. Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan bradikardia dan epistaksis pada anak besar. (Ngastiyah, 2005 : 237).
6. Komplikasi Typhus Abdominalis
- Komplikasi pada usus halus umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi sering fatal.
1) Perdarahan usus
Bila sedikit hanya
ditemukan jika dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin. Jika perdarahan
banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2) Perforasi usus
Timbul biasanya pada
minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasi
yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara di
rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat udara diantara hati
dan diafragma pada foto Rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.
3) Peritonitis
Biasanya disertai
perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen
akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang.
- Komplikasi di luar usus, terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia), yaitu meningitis, kolesistisis, ensefalopati, dan lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu bronkopneumonia. (Ngastiyah, 2005 : 237).
7. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan :
- Darah tepi
Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah
leukosit normal, bisa menurun atau meningkat, mungkin didapatkan
trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit, mungkin
didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relatif, terutama pada fase lanjut.
- Pemeriksaan untuk kultur (biakan)
Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan
bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum
tulang, cairan duodenum atau dari rose spots. Berkaitan dengan
patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan
sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam
urine dan feses.
Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan
tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena hasilnya
tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan
meliputi jumlah darah yang diambil, perbandingan volume darah dari media
empedu, dan waktu pengambilan darah.
Volume 10-15 ml dianjurkan untuk anak besar, sedangkan pada
anak kecil dibutuhkan 2-4 ml.Sedangkan volume sumsum tulang yang dibutuhkan
untuk kultur hanya sekitar 0.5-1 ml.Bakteri dalam sumsum tulang ini juga lebih
sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Biakan
empedu terdapat basil Salmonella typhosa urine dan tinja, jika pemeriksaan
selama 2 kali berturut-turut tidak didaptkan basil salmonella typhosa pada urin
dan tinja, maka pasien dinyatakan sembuh.
- Pemeriksaan widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan
antibodi (aglutinin). Prinsip uji Widal adalah memeriksa reaksi antara antibodi
aglutinin dalam serum penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda
terhadap antigen somatik (O) dan flagela (H) yang ditambahkan dalam jumlah yang
sama sehingga terjadi aglutinasi. Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella
typhi terdapat dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang
pernah divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari uji
widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien yang
disangka menderita typhoid. (Suriadi, 2006 : 283 dan Ngastiyah, 2005 :
238).
8. Manajemen Pengobatan
Dalam manajemen medik untuk penderita typhus
abdominalis mencakup 3 hal yaitu :
- Diet
Makanan untuk
penderita typhus abdominalis adalah makanan yang sesuai
dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi kualitas ataupun kuantitas
dapat diberikan dengan aman. Kualitas makanan disesuaikan dengan kebutuhan baik
kalori, protein, elektrolit, vitamin ataupun mineral serta diusahakan makanan
yang rendah atau bebas serat dan menghindari makanan yang bersifat iritatif.
Bila kesadaran klien menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika
kesadaran dan nafsu makan klien baik dapat juga diberikan makanan lunak dengan
tujuan agar tidak merusak plaks peyer yang membesar atau
menipis dan mencegah perforasi sarta perdarahan.
- Perawatan
Pasien typhus
abdominalis perlu di rawat di Rumah Sakit untuk isolasi observasi dan
pengobatan, pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 5-7 hari bebas
demam atau kurang lebih selama 14 hari maksud tirah baring adalah untuk
mencegah terjadinya komplikasi terjadinya komplikasi perdarahan usus dan
perporasi usus, mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap sesuai dengan
pulihnya kekuatan pasien.
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai
cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Finger (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Maka dari itu kita harus
selalu menjaga dan melakukan perawatan secara maksimal supaya bisa mencegah
penularan tersebut terjadi.
- Pengobatan
Jenis obat yang biasa digunakan untuk mengobati
penderita typhus abdominalis yaitu :
1) Kloramfenikol
Merupakan obat
antimikroba pilihan utama untuk typhus abdominalis. Pemberian
kloramfenikol dengan dosis tinggi, yaitu 100 mg/kg BB/hari (maksimum 2 gram per
hari) diberikan 4 kali sehari peroral atau intravena.
2) Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas
tiamfenikol pada typhus abdominalis demam hampir sama dengan
kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam turun setelah rata-rata 5-6 hari.
3) Kotrimoksazol
Efektifitasnya
kurang lehih sama dengan kloramfenikol digunakan sampai 7 hari bebas demam (1
tablet mengandung 80 mg trimetoprin dan 400 mg sulfa metoksazol)
4) Ampisilin dan Amoksilin
Indikasi mutlak penggunaannya
adalah pasien typhus abdominalis dengan leucopenia. Dosis yang dianjurkan
berkisar antara 75-150 mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7 hari
bebas demam. Dengan ampisilin atau amoksilin demam pada typhus
abdominalis turun rata-rata setelah 7-9 hari
5) Sefalosforin generasi
ketiga
Golongan sefalosforin
golongan ketiga yang terbukti efektif untuk penyakit typhus abdominalis
adalah seftiakson, dosis yang dianjurkan adalah 3-4 gram dalam dektrosa 100 cc
diberikan selama setengah jam perinfus sekali sehari, diberikan selama
3-5 hari. (Rampengan, 2008 : 58-62).
9. Dampak Terhadap
Sistem Tubuh Lain
- Sistem Persyarafan
Klien dengan
penyakit typhus abdominalis ini dapat mengakibatkan terjadinya
peradangan oleh bakteri yang mengenai seluruh organ tubuh melalui pembuluh
limfa diantaranya, saraf pusat atau otak. Dan hal ini dapat menyebabkan
menurunnya kesadaran klien dari apatis, somnolen hingga sopor apabila penyakit
tersebut terlambat dalam penanganannya (Ngastiyah, 2005 : 237).
- Sistem Kardiovaskuler
Kuman salmonella masuk
kedalam usus halus dan berkembang biak. Bila respon imunitas humoral mukosa (Ig
A) usus kurang baik maka kuman menembus sel epitel (terutama sel M) dan
selanjutnya kelamina propia. Dilamina propia kuman di fagosit oleh
sel-sel fagosit terutama makrophage. Makrophage pada penderita akan
menghasilkan substansi aktif yang disebut monokines, selanjutnya monokines ini
dapat menyebabkan instabilitas vaskuler dan mengakibatkan adanya gangguan
sirkulasi yaitu perubahan tanda-tanda vital seperti bradikardi pada perabaan
nadi (Rampengan 2008 : 63).
- Sistem Pernafasan
Jika klien dalam
keadaan demam biasanya frekuensi dan kedalaman nafas meningkat. Peningkatan
tersebut dapat juga terjadi akibat nyeri karena peradangan usus halus. Hal ini
merangsang sinyal dari sumsum tulang belakang dihantarkan melalui dua jalur
yaitu spinal thalamus traktus (STT) ke spinal respiratori traktus (SRT), dari
spinal respiratori traktus dihantarkan ke medulla oblongata hingga
mengakibatkan neural inspiratory yang akan meningkatkan frekuensi nafas
(Mansyur, 2002 : 42).
- Sistem Muskuloskeletal
Pada typhus
abdominalis kemungkinan akan terjadi keluhan yang berhubungan dengan
sistem musculoskeletal berupa nyeri otot, kelemahan fisik akibat produksi
makrophage yang menghasilkan monokises yang mengakibatkan nekrosis seluler.
Biasanya klien mengalami osteomielitis yang disebabkan oleh bakteri yang masuk
pada jaringan tulang melalui pembuluh darah (Rampengan : 2008 : 56)
- Sistem Perkemihan
Pada penderita typhus
abdominalis ini biasanya terjadi peningkatan suhu tubuh sehingga akan
mengakibatkan terjadinya diaforesis yang berlebih lewat keringat akibatnya
penderita biasanya lebih banyak minum dan ini akan meningkatkan kerja ginjal,
sehingga klin akan sering mengalami BAK (Ngastiyah, 2005 : 237 ).
- Sistem Integumen
Klien dengan
penyakit typhus abdominalis ini dapat terjadi kerusakan
integritas kulit seperti lesi. Hal ini disebabkan karena klien mengalami
bedrest. Selain itu emboli basil dalam kapiler kulit terutama pada daerah
punggung dan anggota gerak dapat ditemukan adanya roseola yaitu berupa
bintik-bintik kemerahan yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam
(Ngastiyah, 2005 : 237).
- Sistem Pencernaan
Bakteri masuk kemulut
melalui makanan yang mengakibatkan terjadinya peradangan pada usus, selain itu
juga bakteri masuk melalui aliran darah sistemik lalu masuk organ hati yang
pada akhirnya menyebabkan peradangan pada hati dan limpa. Pada sistem
pencernaan akan didapatkan pada mulut terdapat nafas berbau tak sedap, bibir
kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated
tongue), ujung tepinya kemerahan jarang disertai tremor. Pada abdomen dapat
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar disertai
nyeri daerah perut, konstipasi, diare atau bisa juga normal disamping itu
disertai mual, muntah, dan anoreksia. Pada klien dengan typhus
abdominalis akan terjadi keluhan mual, muntah, anorexia dan
perasaan tidak enak di perut (Ngastiyah, 2005 : 238).
DARI :
ENDANG PUJI RAHMAWATI, STr. Keb
Tidak ada komentar:
Posting Komentar